Jumat, 01 Juni 2012

Fransiskus dan Bonaventura


Data Buku
Judul: Fransiskus dan Bonaventura
Judul Asli : Francis and Bonaventure
Penulis : Dr. Paul Rout, ofm
Penerjemah : Anton Wuisan
Editor Seri : Peter Vardy
Penerbit : Kanisius
Tahun : 2005 (cet. Kelima)
Tebal : 102 hal.; 14 x 20,5 cm
ISBN : 979-21-0134-9
 
"Kita seharusnya tidak boleh percaya bahwa membaca saja sudah cukup tanpa merasakan, merenung tanpa devosi, menelaah tanpa keingintahuan, mengamati tanpa kegembiraan, bekerja tanpa kesalehan, mengetahui tanpa cinta, memahami tanpa kerendahan hati, berikhtiar tanpa rahmat ilahi." (Bonaventura, I Prologue 4)

Berjumpa dengan Allah sungguh merupakan hal yang paling mempesonakan dan sekaligus menggentarkan (nominosum fascinosum et tremendum), meminjam istilah Rudolf Otto, bukan saja bagi orang kudus dari Asisi yang fenomenal itu, Fransiskus, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang dan dunia. Bonaventura bukan hanya menyingkap misteri itu, tetapi tersedot juga dengan pengalaman Fransiskus yang membuat jiwanya melompat kegirangan.

Pengalaman Fransiskus yang otentik itu, tampak secara lahiriah tidak masuk akal. Ia yang biasanya berhura-hura bersama kawan-kawannya untuk menyanyi dan berkeliling ke sana kemari serta menggebu ingin menjadi ksatria dengan ikut berperang dalam negara-kotanya, tiba-tiba meninggalkan semua kesenangannya itu termasuk lindungan orang tuanya yang kaya raya. Ia pulang di medan laga perang seperti seorang pengecut bahkan kalah sebelum perang. Lebih-lebih tidak masuk akal lagi, orang yang biasanya menghindar dari orang kusta karena jijiknya, justru kini malah turun dari kuda, memeluk, dan menciumnya. Dari sinilah kehidupannya berubah 180 derajat. Berbalik dari kesenangan dan kesia-siaan duniawi dan masuk dalam kuasa ilahi. Suatu pertobatan total.

Apa yang menjadi sukacita (sejati) baginya, kini semakin mencengangkan banyak orang, yaitu ketika ia ditolak bermalam di biara yang didirikannya sementara di luar kondisinya malam, hujan salju, sangat dingin, dan tubuhnya sakit. Bagi pengalaman Fransiskus, itulah justru sukacita sejati jika hal itu diterima dengan sabar, tidak marah, dan penuh kasih.

Pengalaman-pengalaman Fransiskus baik yang diceritakan seperti Thomas Celano atau Bonaventura atau surat-surat Fransiskus (berupa karya-karya 'dikte') dan Anggaran Dasar (baik Anggaran Dasar Tanpa Bulla maupun yang dengan Bulla) bagi saudara-saudaranya, menunjukkan betapa orang kudus ini diberkati dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Allah. Pengalaman itu tidak abstrak tetapi konkrit. Dan, karena itu kita bisa belajar banyak dari situ. Beruntunglah para saudara-saudara Fransiskan yang banyak menggali misteri ini baik melalui sumber-sumber atau praktek-praktek yang menurut Anggaran Dasar dalam Persaudaraan Fransiskus.

Akan halnya dengan Bonaventura, ia mengantar dan membimbing kita melihat pengalaman-pengalaman Fransiskus itu agar kita juga bisa melakukan perjalanan menuju Allah dengan seluruh yang ada pada kita : indera, pikiran, perasaaan, hati, keinginan, dan tubuh. Dalam karyanya De Scientia Christi (Masalah-masalah Yang Diperdebatkan, Seputar Pengetahuan Kristus), Bonaventura memberikan pengajaran yang sungguh mencerahkan.

Proses pembelajarannya melalui proses debat antara dua sudut pandang yang bertentangan. Tapi, pada akhir perdebatan, masalahnya akan dipecahkan. Dan, apa yang didiskusikan adalah pengetahuan Kristus. Tujuan proses ini adalah seseorang mendapatkan pengetahuan yang diciptakan. Ini adalah pengetahuan yang kita dapatkan saat kita merefleksikan pengalaman kita secara rasional tentang dunia sekitar kita. Semuanya itu tentu dilandasi dengan iman dan tidak keluar dari iman. Filsafat dan Teologi, dengan demikian tidak dipisahkan seperti menggejala dalam era modern.

Kita diajak mengetahui realitas dunia sekitar kita, tetapi perlu diakui bahwa realitas itu memiliki dimensi yang transendental, yang suci, yang kudus sebab segala sesuatunya berasal dari Allah. Dengan begitu, kita mendapatkan suatu sikap penghargaan atas dunia berdasarkan pengalaman-pengalaman kita. Bagaimana ini bisa terjadi karena semua realitas ciptaan merupakan tanda petunjuk arah yang memberitahu kita ke mana kita harus pergi. Dari sinilah dapat dimengerti penghargaan Fransiskus yang mendalam terhadap semua makhluk dan alam yang disebutnya sebagai saudara dan saudarinya. Hubungannya bukan penundukan, penguasaan seperti ditunjukkan kecenderungan dewasa kini yang mengeruk dan mengeksploitasi segala sesuatunya.

Semua realitas ciptaan memang suatu tanda menuju Allah. Lantas, bagaimana kita mengenal tanda itu ? Kita mengenal tanda itu hanya dengan membacanya. Karena itu, tidak heran bila dalam semangat Bonaventura, kegiatan membaca dan studi itu mendapat penghargaan yang layak.

Membaca
Kita bisa memang mengenal tanda itu dengan membaca. Akan tetapi, tidak berhenti di situ, Bonaventura lantas mengajak kita belajar membaca tanda-tanda tersebut dengan tepat. Dunia - demikian Bonaventura - seperti sebuah buku. Jika buku itu dapat dibaca, ia akan mengarahkan pembacanya kepada Allah.

Terkadang buku itu tidak bisa dibaca karena kesombongan dan egoisme manusia itu membawa kegelapan ke dalam dunia. Karena itu, kita bisa membaca kalau diterangi Allah dengan mendengarkan pewahyuan diri Allah dengan penuh perhatian dan refleksi. Semua itu perlu dilakukan bukan karena alam atau dunia sekitar kita, tetapi dambaan akan Allah harus mendorong kita untuk menghargai lebih jauh segala hal yang telah diciptakan Allah dan tidak menyebabkan kita memisahkan diri dari ciptaan tersebut, tetapi justru terlibat di dalam dunia ciptaan karena kita adalah bagian darinya.

Lantas, perjalanan menuju Allah perlu diteruskan dalam proses yang menyentuh inti. Bagaimana manusia yang terbatas ini dapat memperoleh pengetahuan tentang Allah yang tidak terbatas ? Di sinilah lantas peran sapientia (kebijaksanaan) begitu penting. Kebijaksanaan ini merupakan suatu bentuk pengetahuan yang didapatkan tidak saja melalui intelegensi, tetapi juga cinta.

Kebijaksanan ini dibedakan : kebijaksanan yang diciptakan dan kebijaksanan yang tidak diciptakan. Ini bisa dicapai bila dunia (tidak sekedar dibaca saja) tetapi dihadapi dengan semangat kontemplasi penuh doa. Inilah kebijaksanan yang diciptakan. Dalam tahap ini, manusia menjadi manusia baru. Tahap berikutnya adalah ketika jiwa manusia menerima anugerah tertinggi dari Allah yaitu kehadiran ilahi. Inilah kebijaksanan yang tak diciptakan.

Buku karya Paul Rout berjudul Fransiskus dan Bonaventura ini sangat bermanfaat bagi orang kristen yang ingn mengembangkan kehidupan rohani mencapai kepenuhannya, seperti diamanatkan Injil suci. Pembahasannya ringkas, padat, dan mencerahkan. Ia menyemangati untuk mencapai kesempurnaan. Fransikus dan Bonaventura berusaha sungguh-sungguh dan bahkan melalui jalan pertobatan yang tidak dimengerti kebanyakan orang. Dan, pada akhirnya mereka memperoleh rahmat, diberkati, kehadiran ilahi. Bagaimana dengan kita....? Selamat membaca.
Daniel Setyo Wibowo

Tidak ada komentar: