Minggu, 07 Oktober 2012

Go Ask Alice


Data Buku

Judul          : Go Ask Alice. Buku Harian Seorang Remaja Pecandu Narkoba
Judul asli    : Go Ask Alice. (Judul diambil dari White Rabbit  yang ditulis Grace Slick)
Penulis       : Anonim
Penerjemah : Sabine
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun   : 2005 (cetakan keempat)
Tebal    : 187 halaman;  13,5  x  20 cm
ISBN     : 979-22-0840-2





Rapuh.....!
            Kata itulah yang mungkin tepat menggambarkan kita yang ditulis  oleh seorang remaja berusia limabelas tahun (anonim) dalam buku hariannya (diary) yang kebetulan menghadapi masalah berat kecanduan narkoba dan seks bebas. Buku harian  itu kemudian diterbitkan dengan judul Go Ask Alice.
            Sifat manusia kita yang rapuhlah yang membuat kita merasakan bersama dan memahami apa yang dialami penulisnya dan berempati kepadanya. Kita sebenarnya juga rapuh seperti gadis remaja ini. Kita seakan mengalami bersama seperti pengalaman kesenangan, kesepian, kesendirian, menangis, kadang-kadang putus asa, berkali-kali usaha tetapi jatuh lagi. Dan, bahkan menutup buku ini kita merasa kehilangan mendengar bahwa remaja itu meninggal karena overdosis. Selamat jalan kawan....Kami menitikkan air mata.
            Remaja putri berumur 15 tahun ini seperti halnya remaja lainnya dan tentunya kita juga (yang kadang merasa sok mempunyai kondisi psikologis yang stabil dari pada si pecandu remaja, padahal kita juga rapuh) berawal dari masalah-masalah seperti asmara, pelajaran sekolah, omelan orang tua, kegemukan, pencarian jati diri, rendah diri, kebosanan (siapa yang tidak mempunyai masalah-masalah seperti itu ?) akhirnya terjaring oleh jaringan narkotika. Awalnya melalui teman-temannya yang mengajak pesta dan sekedar meminum 'coke' yang sudah diberi LSD (lysergic acid diethylamide) di rumah pecandu seperti Jill pada 10 Juli.
            Pengalaman itu mengasyikkannya dan seakan-akan ia bisa melepaskan semua kepenatan dan kebosanannya yang dialaminya. Sejak itulah, dia memandang dunia narkoba secara berbeda. Dunia narkotika penuh keindahan, mengasyikkan, menggairahkan, kenyamanan, merasa hebat, luar biasa, merasa menemukan jati diri, dan sebagainya. Ini sangat berlawanan dengan pandangan yang dipegangnya selama ini baik dikatakan orang tua, anjuran-anjuran, pelajaran sekolah dan sebagainya yang menyebutkan bahwa dunia narkoba adalah dunia yang menyeramkan.

Kebingungan 
           Dari sinilah muncul kebingungan-kebingungan, keresahan-keresahan, ketakutan-ketakutan, bahkan kebohongan-kebohongan. Ia membenci teman-temannya yang membuat dirinya kecanduan dan narkoba yang dikonsumsi dan ingin menjadi anak 'baik-baik', tetapi ia tidak bisa membendung keinginan kuat untuk mengkonsumsi segala bentuk narkotika karena mempunyai dampak yang luar biasa, mengasyikkan. Terhadap kebingungan dan keresahannya itu, ia pendam sendiri dan berusaha dicurahkan dengan dirinya lewat diary, sahabatnya yang dianggap penuh pengertian, penuh empati, selalu memafkan, selalu bersabar, bersahabat, tidak pernah mengomel, dan kualitas-kualitas positif lainnya. Suatu dialog diri yang menganggap “sahabat diary”-nya ini lebih sempurna. Suatu bentuk - meminjam istilah Jean-Paul Sartre - transendensi ego. Ia tidak berani jujur terbuka dengan orang tuanya yang sangat mengasihinya.
            Keresahan itu semakin meningkat ketika ia melakukan hubungan seksual pertama kalinya dengan teman telernya karena mengkonsumsi narkotik, Bill yang sebenarnya tidak disukainya tetapi karena ia merasa bernafsu setelah teler. Keresahannya memuncak ketika Roger, orang yang dicintainya mengunjunginya. Ia tidak mau menemuinya karena merasa diri sangat bersalah dan kotor. Sejak itu, ia berusaha berhenti mengkonsumsi narkotika. Dan, ia merasa lega saat ia mengalami menstruasi. Suatu tanda bahwa ia tidak hamil akibat hubungan seks itu. "Hari yang luar biasa, indah, dan membahagiakan. Akhirnya aku datang bulan ! Belum pernah aku sebahagia ini dalam hidupku. Sekarang aku tidak butuh pil-pil tidur dan obat-obat penenang lagi. Aku bisa kembali menjadi diriku sendiri. Oh, wow !" katanya (hal. 43).
            Merasa bisa berhenti kapan ia mau (seperti kita yang juga merasa selalu bisa kapan kita mau, bukan ?) tetapi akhirnya jatuh lagi ketika mengenal Chris yang memberi permen kecil yang membangkitkan semangat. Lalu mendapat pekerjaan bersama Chris setiap Kamis dan Jumat malam. Dan, untuk menjaga berat badannya ia menelan Beny (Benzedrin / amfetamin sulfat). Ia memang sangat takut terhadap kegemukan. Ia juga mulai mencoba mengisap ganja sepulang kerja bersama teman-teman Chris, yaitu Ted dan Richie dengan pipa hookah (bong). Pertemanan teler itu justru membuat ia lebih dalam terlibat dalam narkotika baik sebagai pemakai maupun pengedar kepada anak-anak SD. Ted adalah pacar Chris dan Richie akhirnya menjadi pacarnnya yang justru memanfaatkannya dan Chris menjadi pengedar. Bersama Richie, ia berpetualang berbagai macam narkoba dan petualangan sex sambil teler. Bahkan, ia merasa jatuh cinta dan tergila-gila kepada Richie sehingga ia mau melakukan apa saja demi Richie sampai akhirnya ketahuan kalau Richie dan Ted ternyata homoseksual ketika dipergokinya mereka sambil teler bercinta.
            Kedua cewek remaja itu, ia dan Chris, merasa terpukul dengan kejadian itu hingga memutuskan melaporkan Riche ke polisi sebagai pengedar dan minggat ke San Francisco, drop out dari sekolah dan meninggalkan keluarganya begitu saja. Ia takut pada Richie dan Ted serta teman-teman mereka sehingga minggat sambil melupakan masa lalunya sebagai pecandu. Setiba di San Francisco mereka mendapat pekerjaan di toko pakaian milik Shelia yang tiap malam mengadakan pesta dan menawarkan berbagai macam narkotika. Mereka berdua ikut diundang dan tidak tahan dengan bau ganja dan mulai mengkonsumsi narkotika lagi. Setiap malam ia selalu menginap di rumah Shelia hingga suatu saat Rod "pacar baru" Shelia memberinya heroin dan Speed (metamfetamin, kokain) kepada mereka  dan ternyata Rod dan Shelia memperkosa mereka berdua secara sadis dan brutal. Akhirnya, mereka memutuskan keluar dari pekerjaan dan meninggalkan dunia kacau itu dan mulai membuka butik kecil-kecilan. Ia mulai kangen dengan keluarganya dan meneleponnya yang disambut hangat oleh keluarganya.
            Kedua remaja ini lantas pulang dan disambut dengan kasih. Mereka ingin menutup lembar kelam pengalaman pahit sebagai pecandu. Ia ingin berhenti mengkonsumsi narkoba dan mulai hidup baru. Berbagai cobaan untuk masuk dunia narkotika melalui teman-teman pecandunya mulai meresahkanya. Kadang ia menang dan berhasil mengatasi godaan itu dengan bantuan kasih orang tuanya Dad dan Mom serta adik-adiknya Tim dan Alex. Meskipun orang tuanya tidak mengetahui bahwa dirinya kecanduan karena ia tidak cerita jujur. Di lain kesempatan, ia jatuh kembali. "Selama ini aku membohongi diriku, menganggap aku bisa memakai dan berhenti begitu saja....Kalau sudah pernah merasakan, hidup tanpa obat bius bukan lagi hidup namanya, melainkan eksistensi yang hambar, tanpa warna, kosong hampa...." (hal. 83 - 84).
            Pada akhirnya, orang tuanya mengetahui berkat suatu kasus dan dirinya mendapat hukuman percobaan dan setelahnya Dad dan Mom mengawasinya secara ekstra ketat. Kemana-mana diawasi. Berhasilkah ia berhenti menjadi pecandu setelah semuanya ? Ia tidak tahan lagi diawasi terus. Ia justru minggat dengan menumpang sembarangan pada kendaraan-kendaraan yang lewat yang kadang memanfaatkan mereka agar melakukan hubungan sex dengan mereka dan memilih teler di jalanan  di Oregon, Coos Bay, dan tidur di  taman. Akhirnya, ia memperoleh bantuan dari gereja seperlunya dan bertemu dengan Doris yang juga pecandu dan kemudian tinggal bersamanya karena Doris mempunyai persediaan ganja untuk dua minggu. Doris sendiri berumur 11 tahun sudah digauli ayah tirinya dan akhirnya menjadi pecandu. Dalam kisah minggatnya dan reli itu, mereka berdua mau berbuat apa saja, yaitu menjadi penjaja seks dengan siapa saja, termasuk oral dengan polisi asal memperoleh narkotika. Akhirnya, dengan bantuan pendeta yang mengerti anak-anak muda, ia kembali ke keluarganya yang tetap menerimanya dengan penuh kasih.

Tetapkan niat
            Di rumah, ia berhasil menetapkan niatnya bahwa ia ingin membangun hidupnya kembali dan ingin membantu teman-temannya yang mempunyai masalah yang sama. Ia sudah bisa menentukan sasaran apa yang harus dijalani dan diraih dalam hidup ini. Ia ingin menekuni bidang konseling. Dengan dukungan Dad dan Mom serta adik-adiknya Tim dan Alex serta kakek neneknya Gran dan Gramps, ia kuat kembali. Ia mempunyai tujuan hidup. Teman-temannya di sekolah yang menjadi pecandu terus menggoda agar dirinya kembali ke dunia mereka lagi. Ia bisa tahan meskipun diliputi keresahan di sana sini. Bahkan dia diancam dan dipaksa, dia tetap tahan.
            Selain keluarganya yang mendukungnya, ia kenal dengan mahasiswa ayahnya di universitas tempat ayahnya mengajar, Joel namanya. Joel mendukung dan menyemangati dirinya karena menyayangi dirinya. Iapun menyayangi Joel dan berharap menjadi suaminya kelak.
            Kemenangan diperoleh ketika ia dicobai oleh Jan yang memfitnah dengan tuntutan memakai sekaligus mengedarkan dan menyakiti bayi Mrs Larsen. Iapun dinyatakan bersalah dan ditempatkan untuk rehabilitasi di Youth Center. Pada waktu kejadian ia jujur mengatakan kepada ibunya, dan ibunya membenarkan tindakannya. Dalam kondisi dihukum itu, keluarganya dan Joel dengan surat-suratnya tetap mendukungnya. Dad memaksa Jan dan Marcie mencabut tuntutannya.
            Akhirnya, ia keluar dari Youth Center yang masih lebih baik dari pada ditempatkan di DT (Detention School, sekolah tahanan).
            Di rumah, kasih keluarganya dan dukungan Joel betul-betul membuatnya nyaman. Ia bahagia dengan kejutan-kejutan yang diberikan Dad, Mom, Tim, Alex, dan Joel. Namun, setelah tiga minggu ia memutuskan tidak menulis di buku harian lain, ia meninggal karena overdosis. Tidak ada keterangan apapun mengapa.
            Sungguh suatu kisah yang menyentak. Usaha menulis buku harian untuk bertemu dan berkawan dengan diri mampu membuat ia bertahan terhadap absurdnya dunia. Ternyata, bertemu dengan diri,  kemanusiaan itu rapuh, lemah, keropos. Berkat tulisannya di buku hariannya yang diterbitkan ini, kita memahami manusia itu memang rapuh. Selain membutuhkan dukungan orang lain (keluarga) ia membutuhkan kekuatan ilahi. Dunia narkoba memang dunia kegelapan. Kita membutuhkan terang jika kita berada di dalamnya.
            Buku ini sangat bagus bukan buat para remaja saja, tetapi para guru, orang tua, pendamping remaja, dan siapa saja yang mempunyai perhatian bukan saja terhadap masalah narkoba, tetapi dunia remaja pada umumnya.
            Dengan membaca buku ini, kita tidak saja memahami seperti apa jiwa remaja, tetapi juga betapa jahat dan cerdiknya narkoba itu. Ia mempergunakan sisi kelemahan manusia dan masuk mengobrak-abrik semuanya. Ia tahu sisi yang paling lemah dari manusia. Dia tidak pandang bulu menyerang bukan hanya remaja bahkan orang dewasa, tetapi juga anak-anak SD.
            Tanpa memahami semua itu dan perhatian tulus, maka sulit untuk "memerangi" narkoba dan bersahabat dengan remaja yang memang membutuhkan 'bimbingan' dan teladan.
            Kiranya, buku ini bermanfaat besar sekali dan perlu disambut hangat. Selamat membaca.

Daniel Setyo Wibowo

Tidak ada komentar: