Data Buku
Judul asli : Go Ask Alice. (Judul diambil dari White Rabbit yang ditulis Grace Slick)
Penulis : Anonim
Penerjemah : Sabine
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun : 2005 (cetakan keempat)
Tebal : 187 halaman; 13,5 x 20 cm
ISBN : 979-22-0840-2
Kata itulah yang mungkin tepat
menggambarkan kita yang ditulis
oleh seorang remaja berusia limabelas tahun (anonim) dalam buku
hariannya (diary) yang kebetulan
menghadapi masalah berat kecanduan narkoba dan seks bebas. Buku harian itu kemudian diterbitkan dengan judul Go Ask Alice.
Sifat manusia kita yang rapuhlah
yang membuat kita merasakan bersama dan memahami apa yang dialami penulisnya
dan berempati kepadanya. Kita sebenarnya juga rapuh seperti gadis remaja ini.
Kita seakan mengalami bersama seperti pengalaman kesenangan, kesepian,
kesendirian, menangis, kadang-kadang putus asa, berkali-kali usaha tetapi jatuh
lagi. Dan, bahkan menutup buku ini kita merasa kehilangan mendengar bahwa
remaja itu meninggal karena overdosis. Selamat jalan kawan....Kami menitikkan
air mata.
Remaja putri berumur 15 tahun ini
seperti halnya remaja lainnya dan tentunya kita juga (yang kadang merasa sok
mempunyai kondisi psikologis yang stabil dari pada si pecandu remaja, padahal
kita juga rapuh) berawal dari masalah-masalah seperti asmara, pelajaran
sekolah, omelan orang tua, kegemukan,
pencarian jati diri, rendah diri, kebosanan (siapa yang tidak mempunyai
masalah-masalah seperti itu ?) akhirnya terjaring oleh jaringan narkotika.
Awalnya melalui teman-temannya yang mengajak pesta dan sekedar meminum 'coke' yang sudah diberi LSD (lysergic acid diethylamide) di rumah
pecandu seperti Jill pada 10 Juli.
Pengalaman itu mengasyikkannya dan
seakan-akan ia bisa melepaskan semua kepenatan dan kebosanannya yang
dialaminya. Sejak itulah, dia memandang dunia narkoba secara berbeda. Dunia
narkotika penuh keindahan, mengasyikkan, menggairahkan, kenyamanan, merasa
hebat, luar biasa, merasa menemukan jati diri, dan sebagainya. Ini sangat
berlawanan dengan pandangan yang dipegangnya selama ini baik dikatakan orang
tua, anjuran-anjuran, pelajaran sekolah dan sebagainya yang menyebutkan bahwa
dunia narkoba adalah dunia yang menyeramkan.
Kebingungan
Dari sinilah muncul
kebingungan-kebingungan, keresahan-keresahan, ketakutan-ketakutan, bahkan
kebohongan-kebohongan. Ia membenci teman-temannya yang membuat dirinya
kecanduan dan narkoba yang dikonsumsi dan ingin menjadi anak 'baik-baik',
tetapi ia tidak bisa membendung keinginan kuat untuk mengkonsumsi segala bentuk
narkotika karena mempunyai dampak yang luar biasa, mengasyikkan. Terhadap
kebingungan dan keresahannya itu, ia pendam sendiri dan berusaha dicurahkan
dengan dirinya lewat diary,
sahabatnya yang dianggap penuh pengertian, penuh empati, selalu memafkan,
selalu bersabar, bersahabat, tidak pernah mengomel, dan kualitas-kualitas
positif lainnya. Suatu dialog diri yang menganggap “sahabat diary”-nya ini lebih sempurna. Suatu
bentuk - meminjam istilah Jean-Paul Sartre - transendensi ego. Ia tidak berani
jujur terbuka dengan orang tuanya yang sangat mengasihinya.
Keresahan itu semakin meningkat
ketika ia melakukan hubungan seksual pertama kalinya dengan teman telernya
karena mengkonsumsi narkotik, Bill yang sebenarnya tidak disukainya tetapi
karena ia merasa bernafsu setelah teler.
Keresahannya memuncak ketika Roger, orang yang dicintainya mengunjunginya. Ia
tidak mau menemuinya karena merasa diri sangat bersalah dan kotor. Sejak itu,
ia berusaha berhenti mengkonsumsi narkotika. Dan, ia merasa lega saat ia
mengalami menstruasi. Suatu tanda bahwa ia tidak hamil akibat hubungan seks
itu. "Hari yang luar biasa, indah, dan membahagiakan. Akhirnya aku datang
bulan ! Belum pernah aku sebahagia ini dalam hidupku. Sekarang aku tidak butuh
pil-pil tidur dan obat-obat penenang lagi. Aku bisa kembali menjadi diriku
sendiri. Oh, wow !" katanya (hal. 43).
Merasa bisa berhenti kapan ia mau
(seperti kita yang juga merasa selalu bisa kapan kita mau, bukan ?) tetapi akhirnya
jatuh lagi ketika mengenal Chris yang memberi permen kecil yang membangkitkan
semangat. Lalu mendapat pekerjaan bersama Chris setiap Kamis dan Jumat malam.
Dan, untuk menjaga berat badannya ia menelan Beny (Benzedrin / amfetamin
sulfat). Ia memang sangat takut terhadap kegemukan. Ia juga mulai mencoba
mengisap ganja sepulang kerja bersama teman-teman Chris, yaitu Ted dan Richie
dengan pipa hookah (bong). Pertemanan teler itu justru membuat ia lebih dalam terlibat dalam narkotika
baik sebagai pemakai maupun pengedar kepada anak-anak SD. Ted adalah pacar
Chris dan Richie akhirnya menjadi pacarnnya yang justru memanfaatkannya dan
Chris menjadi pengedar. Bersama Richie, ia berpetualang berbagai macam narkoba
dan petualangan sex sambil teler.
Bahkan, ia merasa jatuh cinta dan tergila-gila kepada Richie sehingga ia mau
melakukan apa saja demi Richie sampai akhirnya ketahuan kalau Richie dan Ted
ternyata homoseksual ketika dipergokinya mereka sambil teler bercinta.
Kedua cewek remaja itu, ia dan
Chris, merasa terpukul dengan kejadian itu hingga memutuskan melaporkan Riche
ke polisi sebagai pengedar dan minggat ke San Francisco, drop out dari sekolah dan meninggalkan keluarganya begitu saja. Ia
takut pada Richie dan Ted serta teman-teman mereka sehingga minggat sambil
melupakan masa lalunya sebagai pecandu. Setiba di San Francisco mereka mendapat
pekerjaan di toko pakaian milik Shelia yang tiap malam mengadakan pesta dan
menawarkan berbagai macam narkotika. Mereka berdua ikut diundang dan tidak
tahan dengan bau ganja dan mulai mengkonsumsi narkotika lagi. Setiap malam ia
selalu menginap di rumah Shelia hingga suatu saat Rod "pacar baru"
Shelia memberinya heroin dan Speed (metamfetamin, kokain) kepada mereka dan ternyata Rod dan Shelia memperkosa mereka
berdua secara sadis dan brutal. Akhirnya, mereka memutuskan keluar dari
pekerjaan dan meninggalkan dunia kacau itu dan mulai membuka butik
kecil-kecilan. Ia mulai kangen dengan keluarganya dan meneleponnya yang
disambut hangat oleh keluarganya.
Kedua remaja ini lantas pulang dan
disambut dengan kasih. Mereka ingin menutup lembar kelam pengalaman pahit
sebagai pecandu. Ia ingin berhenti mengkonsumsi narkoba dan mulai hidup baru.
Berbagai cobaan untuk masuk dunia narkotika melalui teman-teman pecandunya
mulai meresahkanya. Kadang ia menang dan berhasil mengatasi godaan itu dengan
bantuan kasih orang tuanya Dad dan Mom serta adik-adiknya Tim dan Alex.
Meskipun orang tuanya tidak mengetahui bahwa dirinya kecanduan karena ia tidak
cerita jujur. Di lain kesempatan, ia jatuh kembali. "Selama ini aku
membohongi diriku, menganggap aku bisa memakai dan berhenti begitu
saja....Kalau sudah pernah merasakan, hidup tanpa obat bius bukan lagi hidup
namanya, melainkan eksistensi yang hambar, tanpa warna, kosong hampa...."
(hal. 83 - 84).
Pada akhirnya, orang tuanya
mengetahui berkat suatu kasus dan dirinya mendapat hukuman percobaan dan
setelahnya Dad dan Mom mengawasinya secara ekstra ketat. Kemana-mana diawasi.
Berhasilkah ia berhenti menjadi pecandu setelah semuanya ? Ia tidak tahan lagi
diawasi terus. Ia justru minggat dengan menumpang sembarangan pada
kendaraan-kendaraan yang lewat yang kadang memanfaatkan mereka agar melakukan
hubungan sex dengan mereka dan memilih teler di jalanan di Oregon, Coos Bay, dan tidur di taman. Akhirnya, ia memperoleh bantuan dari
gereja seperlunya dan bertemu dengan Doris yang juga pecandu dan kemudian
tinggal bersamanya karena Doris mempunyai persediaan ganja untuk dua minggu.
Doris sendiri berumur 11 tahun sudah digauli ayah tirinya dan akhirnya menjadi
pecandu. Dalam kisah minggatnya dan reli itu, mereka berdua mau berbuat apa
saja, yaitu menjadi penjaja seks dengan siapa saja, termasuk oral dengan polisi
asal memperoleh narkotika. Akhirnya, dengan bantuan pendeta yang mengerti
anak-anak muda, ia kembali ke keluarganya yang tetap menerimanya dengan penuh
kasih.
Tetapkan niat
Di rumah, ia berhasil menetapkan
niatnya bahwa ia ingin membangun hidupnya kembali dan ingin membantu
teman-temannya yang mempunyai masalah yang sama. Ia sudah bisa menentukan
sasaran apa yang harus dijalani dan diraih dalam hidup ini. Ia ingin menekuni
bidang konseling. Dengan dukungan Dad dan Mom serta adik-adiknya Tim dan Alex
serta kakek neneknya Gran dan Gramps, ia kuat kembali. Ia mempunyai tujuan
hidup. Teman-temannya di sekolah yang menjadi pecandu terus menggoda agar
dirinya kembali ke dunia mereka lagi. Ia bisa tahan meskipun diliputi keresahan
di sana sini. Bahkan dia diancam dan dipaksa, dia tetap tahan.
Selain keluarganya yang
mendukungnya, ia kenal dengan mahasiswa ayahnya di universitas tempat ayahnya
mengajar, Joel namanya. Joel mendukung dan menyemangati dirinya karena
menyayangi dirinya. Iapun menyayangi Joel dan berharap menjadi suaminya kelak.
Kemenangan diperoleh ketika ia
dicobai oleh Jan yang memfitnah dengan tuntutan memakai sekaligus mengedarkan
dan menyakiti bayi Mrs Larsen. Iapun dinyatakan bersalah dan ditempatkan untuk
rehabilitasi di Youth Center. Pada
waktu kejadian ia jujur mengatakan kepada ibunya, dan ibunya membenarkan
tindakannya. Dalam kondisi dihukum itu, keluarganya dan Joel dengan
surat-suratnya tetap mendukungnya. Dad memaksa Jan dan Marcie mencabut
tuntutannya.
Akhirnya, ia keluar dari Youth Center yang masih lebih baik dari
pada ditempatkan di DT (Detention School,
sekolah tahanan).
Di rumah, kasih keluarganya dan
dukungan Joel betul-betul membuatnya nyaman. Ia bahagia dengan kejutan-kejutan
yang diberikan Dad, Mom, Tim, Alex, dan Joel. Namun, setelah tiga minggu ia
memutuskan tidak menulis di buku harian lain, ia meninggal karena overdosis.
Tidak ada keterangan apapun mengapa.
Sungguh suatu kisah yang menyentak.
Usaha menulis buku harian untuk bertemu dan berkawan dengan diri mampu membuat
ia bertahan terhadap absurdnya dunia. Ternyata, bertemu dengan diri, kemanusiaan itu rapuh, lemah, keropos. Berkat
tulisannya di buku hariannya yang diterbitkan ini, kita memahami manusia itu
memang rapuh. Selain membutuhkan dukungan orang lain (keluarga) ia membutuhkan
kekuatan ilahi. Dunia narkoba memang dunia kegelapan. Kita membutuhkan terang
jika kita berada di dalamnya.
Buku ini sangat bagus bukan buat
para remaja saja, tetapi para guru, orang tua, pendamping remaja, dan siapa
saja yang mempunyai perhatian bukan saja terhadap masalah narkoba, tetapi dunia
remaja pada umumnya.
Dengan membaca buku ini, kita tidak
saja memahami seperti apa jiwa remaja, tetapi juga betapa jahat dan cerdiknya
narkoba itu. Ia mempergunakan sisi kelemahan manusia dan masuk mengobrak-abrik
semuanya. Ia tahu sisi yang paling lemah dari manusia. Dia tidak pandang bulu
menyerang bukan hanya remaja bahkan orang dewasa, tetapi juga anak-anak SD.
Tanpa memahami semua itu dan
perhatian tulus, maka sulit untuk "memerangi" narkoba dan bersahabat
dengan remaja yang memang membutuhkan 'bimbingan' dan teladan.
Kiranya, buku ini bermanfaat besar
sekali dan perlu disambut hangat. Selamat membaca.
Daniel
Setyo Wibowo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar